Pertanyaan: Lumpur
Lapindo bencana alam ataukah kesalahan manusia?
Jawaban :
Banjir Lumpu Panas Sidoarjo
atau lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas di Dusun
Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
sejak tanggal29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan
tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan
di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Lapindo
Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan
menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak
itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006,
setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada
awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter)
untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung
bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk
mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi)
dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum
pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai
dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada
kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner)
16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo
Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi
dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing
9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara
formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan
bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan
kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah.
Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona
Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor
di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target
yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama
mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih
berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi)
dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat
di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Underground
Blowout (semburan liar bawah tanah)
Setelah
kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira
target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi
Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).
Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang
(masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss
sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo,
maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick).
Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi
pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera
ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam
sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida
formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole
dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman
tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan
banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke
permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui
lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi
akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami
tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai
tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Perlu
diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia
setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang
pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS.
Dalam
AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town
International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008,
merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of
Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia,
menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA
sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai
penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran
sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa
mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007
juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
.Dari
penjelasan di atas, jelas bahwa Lumpur lapindo merupakan kesalahan manusia atau
disebut dengan kerusakan karena factor eksternal. Kerusakan karena faktor
eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam rangka meningkatkan
kualitas dan kenyamanan hidupnya. Kerusakan karena factor eksternal pada
umumnya disebabkan oelh karena kegiatan industry, berupa limbah buangan
industri. Kerusakan daya dukung alam karena faktor eksternal pada kegiatan
industri lapindo antara lain karena disebabkan oleh :
1. Pencemaran
udara yang berasal dari cerobong pabrik (kegiatan industri).
2. Pencemaran
air yang berasal dari limbah buanga industri.
3. Pencemaran
daratan (tanah) oleh kegiatan industri maupun penumpukan limbah padat/barang
bekas.
4. Penambangan
untuk mengambil kekayaan alam (mineral) dari perut bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar